UNGKAPAN, MAKASSAR – Tiga komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Palopo yang dipecat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI dalam sidang pembacaan putusan pada perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), kini kembali harus berurusan dengan hukum.
Tiga komisioner KPU Palopo masing-masing IR, AB, dan MH, resmi dilaporkan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Palopo, Senin (03/03/2025).
Mereka dilaporkan oleh warga Palopo, Sulaiman Nus’an Hasli, karena dianggap dengan sengaja mengeluarkan kebijakan dan telah berpihak kepada pasangan calon tertentu hingga berpotensi dapat merugikan keuangan daerah lantaran harus dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Palopo.
Selain itu, kuat dugaan adanya tindak pidana korupsi (tipikor) terkait penyalahgunaan kewenangan atau jabatan sehingga mengakibatkan kerugian negara atau daerah.
“Hari ini kami laporkan, kita serahkan ke kejaksaan untuk mengusut kasus ini,” kata Sulaiman sambil memasukkan laporan yang didukung delapan bukti.
Sulaiman menjelaskan, tindakan terlapor yang tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu Kota Palopo menjadi cikal bakal munculnya kerugian Negara. Hal itu diperkuat dengan hasil putusan DKPP dan Mahkamah Konstitusi.
“Bahwa dana yang digunakan KPU Kota Palopo untuk menyelenggarakan pilkada kurang lebih Rp22 miliar. Atas dugaan kelalaian penyelenggara, Pemkot Palopo harus kembali mengeluarkan uang PSU,” sebutnya.
Sulaiman diketahui selama ini aktif mengawasi jalannya pilkada di Palopo. Berkat laporannya beberapa waktu yang lalu ke Gakumdu, tiga komisioner tersebut dan eks calon walikota telah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun saja, kasus tersebut daluarsa karena dalam batas waktu 14 hari, para tersangka tidak memenuhi panggilan penyidik.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) telah menyatakan kesiapannya mengusut dugaan kerugian negara di lingkup KPU Palopo.
Hal ini mencuat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi calon wali kota peraih suara terbanyak karena ijazah yang digunakan diragukan keabsahannya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan, pihaknya menunggu adanya aduan masyarakat (dumas) sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
Kejati Sulsel menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti laporan yang masuk sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Aduan masyarakat akan dipelajari, ditelaah baru disimpulkan apakah kejaksaan berwenang melakukan penyelidikan atau ranah instansi lain,” ucap Soetarmi, Rabu (26/02/2025).
Diketahui, Mahkamah Konsitusi dalam amar putusan Perkara Nomor 168/PHPU.WAKO-XXIII/2025 mengabulkan sebagian permohonan pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo, Farid Kasim dan Nurhaenih (FKJ – Nur).
Putusan itu pun membatalkan kemenangan terhadap pasangan calon nomor urut 04 di Pilwali Palopo. Kemudian mendiskualifikasi satu calon wali kota lantaran tidak memenuhi syarat administrasi karena terbukti ijazah yang digunakan dalam pencalonan tidak sah serta memerintahkan KPU Palopo melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh TPS.
Lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi melihat putusan ini menandakan ketidakprofesionalan atau kelalaian KPU Palopo dalam memverifikasi ijazah seorang calon Wali Kota Palopo ketika tahapan pendaftaran. Sehingga berdampak adanya indikasi kerugian negara. Sebab pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo, 27 November 2024 lalu, anggaran yang dihabiskan sebesar Rp23 Miliar.
“Menurut kami, benar telah terjadi kerugian negara karena penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU Palopo, tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Mereka seharusnya cermat dalam memverifikasi syarat calon,” ujar Peneliti ACC Sulawesi, Angga Reksa kepada media.
Angga menambahkan, ketidakprofesionalan KPU Palopo dikuatkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 287-PKE-DKPP/XI/2024. Dalam putusan tersebut, tiga komisioner KPU Palopo dijatuhi sanksi pemberhentian tetap karena tidak cermat dalam memverifikasi ijazah.
“Putusan DKPP ini mempertegas bahwa KPU Palopo memiliki cukup informasi mengenai kejanggalan ijazah, tetapi tetap meloloskannya. Ketidakcermatan ini berakibat fatal,” ungkap Angga.
ACC juga mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dalam kasus ini.
“Harapan kami, APH dapat menyelidiki untuk menemukan apakah ada unsur melawan hukum, itikad buruk, atau upaya memperkaya diri dalam penyelenggaraan Pilkada Kota Palopo,” pungkas Angga.