UNGKAPAN, MAKASSAR – Anggota Komisi A DPRD Kota Makassar, Tri Sulkarnain, melontarkan kritik keras terhadap kesiapan Pemerintah Kota Makassar dalam menyelenggarakan pemilihan Ketua RT dan RW. Ia menilai berbagai persoalan teknis di lapangan menunjukkan bahwa tahapan pemilihan belum sepenuhnya siap untuk dilaksanakan sesuai jadwal.
Tri mengungkapkan, keluhan dari sejumlah kelurahan terus berdatangan dan bahkan berasal dari hampir seluruh wilayah di Kota Makassar. Menurutnya, laporan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa masih banyak masalah yang belum diselesaikan oleh pemerintah kota.
“Di luar daerah pemilihan saya, hampir se-Kota Makassar semua melapor ke saya terkait masalah pemilihan RT/RW ini,” kata Tri saat rapat gabungan pembahasan Petunjuk Teknis (Juknis) Pemilihan RT/RW di ruang Paripurna gedung sementara DPRD Makassar, Selasa (25/11/2025).
Ia mengingatkan para lurah agar memahami risiko konflik sosial dalam pemilihan di tingkat lingkungan. Tri menilai, semakin kecil ruang kontestasi, justru potensi gesekan antarwarga semakin besar bila tidak dikelola dengan baik.
“Bapak Ibu lurah, makin kecil ranah pemilihan, makin besar gesekannya. Kalau mau main-main silakan, tapi harus siap bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa,” tegas politisi Partai Demokrat tersebut.
Dalam rapat itu, Tri juga menyinggung potensi keberpihakan aparatur wilayah dalam proses pemilihan. Ia mengingatkan agar lurah tidak mengakomodasi kepentingan tertentu yang justru bisa memperkeruh situasi dan memicu konflik di masyarakat.
Tri secara tegas meminta agar pemilihan RT/RW tidak dipaksakan berjalan sesuai jadwal jika kesiapan teknis belum terpenuhi. Ia menilai persoalan paling krusial saat ini terletak pada proses pendataan yang belum matang.
Ia membandingkan pendataan RT/RW dengan tahapan pemilu yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurutnya, KPU saja dengan dukungan anggaran besar dan waktu panjang masih menghadapi persoalan data, apalagi pendataan RT/RW yang dilakukan tanpa dukungan memadai.
“Apalagi Pjs RT/RW disuruh mendata tanpa anggaran bensin, tanpa anggaran rokok, tapi ditarget harus selesai. Bagaimana caranya? Tolong BPM perhatikan ini,” ujar Tri dengan nada tegas.
Selain pendataan, Tri juga menyoroti tidak adanya alokasi anggaran pengamanan yang melibatkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Ia menilai, potensi kericuhan sangat mungkin terjadi jika pengamanan tidak dipersiapkan sejak awal.
“Kalau terjadi apa-apa, nanti dibilang tidak ada anggaran pengamanan. Ini harus dicarikan solusi sebelum pemilihan digelar,” katanya.
Masalah lain yang tak luput dari sorotan adalah minimnya fasilitas pendukung, mulai dari konsumsi panitia hingga ketiadaan tenda di sejumlah titik pemilihan. Tri mengingatkan bahwa pelaksanaan pemilihan berlangsung di musim hujan sehingga aspek teknis semestinya diperhitungkan secara matang.
“Ini musim hujan. Jangan sampai pemilihan terganggu hanya karena tidak ada tenda,” ucapnya.
Tri juga mencontohkan kasus di Kecamatan Biringkanaya yang dinilainya paling janggal. Ia menyebut ada kelurahan dengan jumlah daftar pemilih setara sekitar 9 ribu kepala keluarga, namun hanya dibekali dua rim kertas untuk mencetak undangan pemilihan.
“Satu rim itu seribu lembar, bahkan ada yang hanya lima ratus. Bagaimana mau kirim undangan ke sembilan ribu KK kalau cuma dikasih dua rim? Di mana logikanya?” ujarnya mempertanyakan.
Sebagai solusi, Tri menyarankan agar penetapan calon RT/RW tetap dilakukan sesuai jadwal, namun pelaksanaan pemungutan suara diundur selama dua hingga tiga pekan. Waktu tambahan itu dinilai penting untuk memperbaiki pendataan, menata ulang kebutuhan teknis, serta memastikan dukungan logistik dan pengamanan tersedia.
“Bukan menolak pemilihan, tapi memastikan semuanya benar-benar siap. Jangan korbankan kondisi di bawah hanya karena mengejar jadwal,” pungkasnya.






