Surga bagi Manipulasi, Neraka bagi Demokrasi

Oleh: Achmad Yusran

Di era digital, ruang virtual kita telah menjadi agora modern, tempat gagasan, opini, bahkan masa depan bangsa diperjualbelikan. Namun, di tengah derasnya arus informasi, ada ancaman besar yang jarang disadari literasi digital. Tanpa itu, hukum kehilangan ketajamannya, dan demokrasi menjadi rapuh.

Seorang warga yang memasuki ruang digital tanpa bekal literasi ibarat anak kecil yang tersesat di pasar gelap. Ia tidak mampu membedakan pedagang jujur dari penipu ulung.

Berita palsu, narasi polarisasi, hingga algoritma manipulatif dengan mudah menyusup ke dalam benaknya. Setiap klik, like, dan share justru menjadi data yang digunakan untuk memetakan kelemahannya dan memprediksi perilakunya.

Dalam kondisi ini, hukum menjadi tumpul. Banyak korban penipuan digital tidak melapor karena tak paham mekanismenya. Ujaran kebencian tersebar luas karena masyarakat tidak tahu itu pelanggaran hukum.

Hukum memang ada, tetapi tak berdaya menjangkau korban yang bahkan tidak menyadari dirinya korban, serta pelaku yang bersembunyi di balik labirin teknologi.

Akibatnya, demokrasi pun melemah. Pilihan publik tidak lagi lahir dari rasionalitas dan kebenaran, melainkan dari kebohongan dan emosi yang direkayasa.

Sebaliknya, warga yang melek digital memasuki ruang yang sama dengan tameng kritis. Mereka tahu cara memverifikasi informasi, mengenali akun palsu, memahami bias algoritma, dan melindungi diri dari jebakan siber. Literasi digital membuat mereka mampu menuntut penegakan hukum yang adil dan efektif.

Lebih jauh, literasi digital adalah fondasi demokrasi modern. Demokrasi hanya bisa sehat jika warganya terinformasi dengan baik.

Masyarakat yang melek digital dapat menolak politik kebencian, melawan polarisasi, dan memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak serta program, bukan berdasarkan retorika manipulatif.

Dengan begitu, ruang digital tidak lagi menjadi ladang subur bagi manipulasi, melainkan taman bagi deliberasi demokratis.

Baca juga:  Danny Serukan Pegawai ASN dan Laskar Pelangi Bantu Korban Gempa Bumi Cianjur

Memperjuangkan literasi digital bukan sekadar mengajarkan cara menggunakan gawai. Ini adalah proyek kebangsaan yang mendesak, upaya untuk menajamkan kembali hukum yang tumpul dan memperkuat demokrasi yang rapuh.

Di abad ke-21, masa depan hukum dan demokrasi Indonesia akan banyak ditentukan di ruang digital. Pertarungan itu tidak dimenangkan oleh mereka yang paling nyaring, tetapi oleh mereka yang paling melek.

Literasi digital harus diposisikan setara dengan pendidikan kewarganegaraan, bahkan menjadi pilar baru dalam kurikulum bangsa. Sebab, tanpa literasi digital, kita membuka pintu bagi manipulasi untuk masuk, hukum untuk lumpuh, dan demokrasi untuk runtuh.