UNGKAPAN,MAKASSAR – Di tengah ribuan peserta Pelantikan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap I Tahun 2024 yang digelar di pelataran Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Kamis, 31 Juli 2025, sosok Lalu Syafii mencuri perhatian.
Pria kelahiran Atambua, Belu, Nusa Tenggara Timur itu menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai ASN PPPK hanya tiga bulan sebelum memasuki masa pensiun di usia 58 tahun. Ia tercatat sebagai salah satu penerima SK tertua dalam pelantikan tersebut. Namun, semangat pengabdian yang ia tunjukkan justru menjadi inspirasi bagi banyak orang.
“Saya merasa bangga, pemerintah masih memperhatikan kami ini. Saya bersyukur sekali, jelang pensiun dilantik sebagai PPPK,” ucap Syafii dengan mata berbinar.
Lalu Syafii telah mengabdikan dirinya di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Selatan sejak tahun 2015 sebagai tenaga honorer. Dalam keseharian, ia dikenal sebagai sosok yang disiplin, tangguh, dan selalu siap berada di garis depan, khususnya dalam penanganan bencana dan situasi darurat.
Momen pelantikan pun menjadi semakin istimewa ketika Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, secara khusus memanggil Syafii ke depan barisan untuk menerima hadiah dan berfoto bersama empat ASN PPPK lainnya.
“Saya kaget sekaligus bangga. Terharu juga. Pak Gubernur masih melihat kami yang di bawah. Doakan beliau selalu sehat dan bisa terus membawa Sulsel lebih maju,” ungkapnya penuh haru.
Meski secara administratif masa kerjanya akan segera berakhir, Syafii menegaskan bahwa semangat pengabdiannya tak akan berhenti. Bahkan saat pensiun nanti, ia masih berkomitmen untuk terus terlibat dalam kegiatan kemanusiaan, khususnya potensi SAR (Search and Rescue) di Sulsel.
“Selama saya masih mampu, saya akan terus mengabdi. Di Sulsel ini masih banyak potensi SAR yang butuh perhatian,” katanya mantap.
Salah satu pengalaman yang paling membekas dalam perjalanan pengabdiannya adalah saat ia ditugaskan ke Palu pada tahun 2018, pasca bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Selama dua pekan, ia dan tim mengevakuasi ratusan jenazah.
“Berat, tapi saya merasa bangga bisa membantu sesama. Itu adalah panggilan kemanusiaan,” kenangnya.
Bakat dan jiwa kemanusiaan Syafii sudah tumbuh sejak kecil. Saat konflik Timor-Timor meletus tahun 1975, ia yang masih duduk di bangku kelas 4 SD sudah akrab melihat para korban luka dan pengungsi yang dibantu di sekitar lingkungan asrama tempat tinggalnya.
“Itu menumbuhkan jiwa kemanusiaan saya sejak dini,” katanya lirih.
Syafii menyelesaikan pendidikannya di SMA Cokroaminoto Palopo dan aktif dalam berbagai kegiatan remaja pecinta lingkungan. Sebelum bergabung dengan BPBD, ia juga terlibat selama 10 tahun dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) — bukti bahwa panggilan hidupnya memang selalu dekat dengan pelayanan dan pemberdayaan.
“Bagi saya, kemanusiaan itu bukan sekadar pekerjaan. Itu sudah menjadi hobi dan jalan hidup,” tegasnya.
Kepala BPBD Sulsel, Amson Padolo, pun tak ragu memberikan pujian terhadap kinerja Lalu Syafii. “Beliau adalah salah satu petugas TRC (Tim Reaksi Cepat) yang handal. Kinerjanya bagus, rajin, dan sangat bisa diandalkan di lapangan,” ujarnya.
Kisah Syafii adalah potret nyata dedikasi yang tak lekang oleh usia. Di balik sosoknya yang sederhana, tersimpan semangat juang dan ketulusan yang menjadi cerminan nilai-nilai luhur ASN. Meski masa dinasnya segera berakhir, pengabdiannya bagi kemanusiaan tampaknya masih jauh dari kata selesai. (*)