Mangrove, Tembok Hijau yang Bergoyang di Antara Arus dan Akar

Oleh: Achmad Yusran

Mangrove, Tembok Hijau yang Bergoyang di Antara Arus dan Akar

UNGKAPAN, PANGKEP – Di tepian Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, akar-akar mangrove menjulur seperti tangan-tangan kuno yang mencengkeram tanah, berjuang melahap air asin demi menyisakan daratan untuk manusia.

Di sini, di Green Bell Pusat Edukasi Mangrove, alam bukan sekadar pemain pendukung, ia adalah sang sutradara, penari, sekaligus penjaga pesisir yang tak kenal lelah.

Program selaras dan lestari bersama Kalla hadir bagai nakhoda yang mengarahkan layar konservasi, menggabungkan kekuatan ekosistem dengan nalar manusia.

Ini bukan sekadar aksi tanam pohon, melainkan sebuah simfoni restorasi, di mana setiap akar mangrove adalah notasi yang menyelamatkan nada-nada hilang dari harmoni pesisir.

Ketua Forum Komunitas Hijau, Achmad Yusran, selalu percaya bahwa setiap bentang alam adalah narasi yang menunggu untuk dibuka. Mangrove di pesisir Kabupaten Pangkep, bukan sekadar tumbuhan.

Ia adalah dokter pesisir yang mampu menetralisir racun, menahan sedimentasi, dan menjadi rumah bagi biota endemik seperti kepiting violin (Uca spp) dan burung migran.

Lalu, sebagai tentara iklim. Dimana setiap hektar mangrove menyimpan 3-5 kali lebih banyak karbon dibanding hutan tropis daratan (data CIFOR, 2021).

Berikut sebagai guru kelestarian, dii Tekolabbua, masyarakat diajak membaca jejak alam, mulai dari teknik pembibitan hingga membaca pola pasang-surut sebagai penanda waktu tanam.

“Gambaran singkatnya adalah di Tekolabbua hadir sekolah tanpa dinding, di mana kurikulumnya ditulis oleh pasang-surut dan praktikumnya diuji oleh badai,” ujar Yusran, Jumat (04/07/2025).

Menurut Yusran, garis sempadan sungai dan pantai yang terkikis oleh konsepsi manusia terhadap investasi tambak dan merusak ekosistem Mangrove, bukan rahasia lagi di Sulawesi Selatan.

Olehnya itu sederhana saja, lanjut Yusran, yaitu tekadnya membangun tembok hijau yang dibangun oleh mangrove, tetap jadi prioritas utama dan obornya dinyalakan, sebagai wujudnyata merajut kembali hubungan manusia dengan alam.

Baca juga:  Menag Nasaruddin Umar Kenang Persahabatan dengan Paus Fransiskus

“Dengan pendekatan safety first, mereka akan kita ajarkan melalui kelas berbagi tentang mitigasi bencana. Dimana rumpun bakau mengurangi energi tsunami hingga 50% (studi UNEP, 2020).

Lalu, edukasi ekonomi sirkular seperti dari daun mangrove menjadi teh herbal, dari buahnya jadi tepung alternatif.

“Jika laut adalah buku harian Bumi, maka mangrove di Pangkep adalah tinta yang tak pernah kering, dan kami akan selalu menulis ulang cerita kepunahan menjadi harapan,” Yusran memungkasi.