SULSEL  

Kenaikan Tarif Transportasi Online Sulsel Tertinggi di Indonesia, Dinilai Langgar Permenhub

UNGKAPAN.ID, MAKASSAR – Tarif angkutan sewa khusus atau transportasi online menjadi isu yang hangat dibicarakan. Hal ini karena pemerintah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah Provinsi untuk menetapkan tarif angkutan sewa khusus dengan tetap berpedoman pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 118 tahun 2018.

Baru-baru ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menerbitkan peraturan baru terkait tarif batas atas dan batas bawah transportasi online yang naik sekitar 50 persen dari tarif sebelumnya.  Sebelumnya tarif bawah taksi online di Sulsel hanya Rp 3.700 per kilometer. Pasca penetapan SK Gubernur Sulsel Nomor 2559/XII/Tahun 2022, naik menjadi Rp 5.444,24 kilometer. Sedangkan untuk batas tarif atas dari Rp 6.500 per km menjadi Rp 7.485,84 per kilometer.

Dibanding daerah lain, kenaikan tarif taksi ojol di Indonesia adalah tertinggi di Indonesia, jauh di atas tarif yang diprasyaratkan Permenhub No. 118 tahun 2018.

Kenaikan tarif di beberapa daerah ini ditanggapi oleh Koordinator Masyarakat Pemerhati Transportasi Online, Taufik Hidayat. Menurutnya, kenaikan tarif taksi online di Sulsel tidak masuk akal dan bertentangan dengan Permenhub 118 tahun 2018. Di sisi lain, Taufik mengapresiasi provinsi Yogyakarta yang telah menetapkan tarif angkutan sewa khusus/transportasi online dengan angka kenaikan yang wajar.

Keputusan gubernur yang mengatur kebijakan kenaikan tarif batas atas dan batas bawah angkutan sewa khusus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan sesuai dengan aturan serta terjangkau oleh masyarakat.

“Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 360/KEP/2022 yang mengatur batas tarif atas dan batas tarif bawah angkutan sewa khusus yang ditetapkan ini sejalan dengan Permenhub 118 tahun 2018, di mana tidak melampaui batas dan batas bawah yang ditetapkan yakni di angka tarif batas atas Rp 6.000,00 dan batas bawah Rp 3.500,00, kenaikan ini juga sesuai dengan kemampuan masyarakat atau konsumen,” jelas Taufik.

Menurut Taufik, seharusnya dalam menetapkan kebijakan batasan tarif angkutan sewa khusus/transportasi online berdasarkan hasil kajian dan melihat kemampuan masyarakat.

Baca juga:  8 Atlet Binaan PPLP Siap Ikuti Kejurnas Tarakan

“Setiap kebijakan yang ditetapkan, apalagi yang akan berdampak luas harus memiliki kajian jelas. Permenhub 118 juga memprasyaratkan adanya kajian dalam menetapkan batasan tarif, jika dilihat angka batasan tarif yang ditetapkan Gubernur Yogyakarta juga sejalan dengan kemampuan masyarakat. Di mana kenaikannya tidak melebihi 10 persen. Kan alasannya karena kenaikan BBM, di mana-mana rata-rata kenaikan normal itu di kisaran 5-10 persen saja,” jelas Taufik.

Selain Yogyakarta, menurutnya, daerah lain yang cukup baik dalam menetapkan batasan tarif angkutan sewa khusus/transportasi online adalah Sumatra Selatan.

“Selain Yogyakarta, hal ini juga tidak jauh berbeda dengan Provinsi Sumatera Selatan yang kenaikannya pada angka tarif batas atas Rp 6.400,- dan batas bawah Rp 3.750,- sesuai Surat Keputusan Gubernur Nomor 830/KPTS/DISHUB/2022. Angka ini tentunya telah sesuai dengan Permenhub 118 dan telah melihat kemampuan daya beli masyarakat atau analisis ATP/WTP,” ungkap Taufik.

Dua provinsi ini dinilai dapat menjadi rujukan bagi provinsi lain dalam menetapkan batas tarif atas dan tarif batas bawah angkutan sewa khusus/transportasi online.

“Kebijakan tarif transportasi online yang telah ditetapkan di Yogyakarta dan Sumatra Selatan Seharusnya menjadi contoh bagi provinsi lain dalam menetapkan tarif angkutan sewa khusus dengan tetap berpedoman pada Permenhub 118 dan mempertimbangkan kemampuan masyarakat,” tegas Taufik.

Taufik berharap bahwa setiap provinsi dalam menetapkan batasan tarif angkutan sewa khusus/transportasi online tetap berpedoman pada Permenhub 118 tahun 2018.

“Kami berharap setiap provinsi dalam menetapkan tarif angkutan sewa khusus tetap berpedoman pada Permenhub 118 dan setiap kebijakan yang ditetapkan harus berdasarkan kajian, terkhusus tarif angkutan sewa khusus harus melihat kemampuan masyarakat berdasarkan analisis ATP/WTP, dalam menetapkan kebijakan juga harus dilakukan secara partisipatif jangan hanya mendengar satu kelompok, pemerintah provinsi jangan asal-asalan dalam menetapkan kebijakan karena ini akan merugikan banyak pihak jika keliru dalam penetapannya,” ujar Taufik.