DPRD Makassar Godok Revisi Perda Kebudayaan, Dinilai Tak Lagi Relevan

UNGKAPAN, MAKASSAR – DPRD Kota Makassar tengah membahas rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Kebudayaan. Sejumlah legislator menilai regulasi yang berlaku saat ini sudah tidak lagi menjawab perkembangan zaman sehingga perlu dilakukan pembaruan.

Sebagai tindak lanjut, Komisi D DPRD Kota Makassar bersama Dinas Kebudayaan serta para pemangku kepentingan terkait menggelar pertemuan di Kantor Dinas Kebudayaan Kota Makassar.

Pertemuan tersebut difokuskan pada pembahasan finalisasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kebudayaan yang akan menggantikan Perda sebelumnya. Ketua Komisi D DPRD Makassar, Ari Ashari Ilham, menegaskan bahwa revisi regulasi ini bersifat mendesak.

Menurutnya, Perda Kebudayaan yang ada sudah tidak sejalan dengan kebutuhan daerah saat ini, sementara masih banyak aspek kebudayaan di Kota Makassar yang membutuhkan perlindungan dan pengaturan lebih lanjut.

Ari mencontohkan persoalan pengelolaan cagar budaya yang dimiliki oleh masyarakat maupun pihak swasta, namun belum mendapatkan perhatian dan perlindungan yang memadai dari pemerintah.

“Misalnya rumah atau kantor yang ditetapkan sebagai cagar budaya, tetapi tidak ada perhatian dari pemerintah. Pemiliknya jadi serba terbatas karena tidak bisa melakukan perubahan. Hal-hal seperti ini yang perlu kita atur secara jelas dalam revisi perda,” ujar Ari Ashari Ilham, Rabu (1/10).

Selain itu, ia menilai revisi Perda Kebudayaan juga penting dilakukan agar selaras dengan regulasi di tingkat nasional yang telah mengalami perubahan. Pasalnya, perda yang berlaku saat ini dinilai tidak lagi sesuai dengan payung hukum di atasnya.

“Payung hukum di tingkat atas sudah mengalami revisi. Karena itu, Perda Kebudayaan juga perlu diperbarui agar potensi kebudayaan di Kota Makassar bisa dimaksimalkan,” jelasnya.

Ari menegaskan bahwa revisi perda tersebut bukan untuk mengurangi substansi aturan lama, melainkan memperkaya dan menyesuaikannya dengan kebutuhan serta tantangan kebudayaan saat ini.

Baca juga:  Bangun Kolaborasi Warga Lokal dan Pengungsi Lewat Dialog Komunitas

Ia juga mencontohkan Provinsi Bali yang dinilai berhasil menjaga dan mengelola kebudayaan hingga menjadi daya tarik wisata kelas dunia. Sementara itu, kondisi cagar budaya di Makassar justru semakin memprihatinkan.

“Saya sempat berkoordinasi dengan para profesor dan ahli arkeologi. Dari 100 persen situs cagar budaya yang ada, saat ini hanya sekitar 30 persen yang masih bisa dipertahankan,” ungkapnya.

“Jika tidak segera diatur lebih lanjut dan lebih rinci melalui perda, kita berisiko kehilangan situs-situs cagar budaya yang ada di Kota Makassar,” pungkas Ari.