UNGKAPAN, MAROS – Tim pengabdi dari Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) Universitas Negeri Makassar (UNM) menggelar workshop penulisan sejarah lokal di SMA Negeri 9 Maros, Senin (15/09/2025).
Kegiatan ini mengusung tema Menulis Peristiwa yang Ada di Sekitar Kita yang bertujuan meningkatkan kesadaran siswa akan pentingnya mendokumentasikan sejarah lokal.
Workshop dibuka oleh Ahmad Subair selaku ketua tim pengabdi. Dalam pemaparannya, ia menegaskan bahwa setiap peristiwa ada baiknya ditulis dan didokumentasikan.
“Jika tidak, sejarah itu akan hilang dan generasi mendatang tidak akan tahu bagaimana perjalanan daerah mereka,” ujar Ahmad Subair.
Menurutnya, sejarah bukan hanya tentang peristiwa besar yang dicatat dalam buku pelajaran, melainkan juga cerita-cerita lokal yang membentuk identitas masyarakat.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, termasuk sejarah kecil di daerah,” tambahnya.
Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan mengenai sejarah daerah mereka. Beberapa siswa menyebutkan kebanggaan pada warisan sejarah lokal, seperti lukisan gua Leang-Leang yang diakui sebagai seni rupa tertua di dunia.
Mereka juga menyinggung peristiwa penting lain, seperti penyerahan wilayah Maros ke Makassar pada 1971 sebagai bagian dari perluasan kota, hingga peristiwa kelam pemberontakan DI/TII yang terjadi pada 1953–1965.
Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Muhammad Rizal. Ia mengulas secara khusus pemberontakan DI/TII di Maros yang tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga memiliki pengaruh nasional.
“Kisah DI/TII di Maros menyimpan banyak cerita dari korban yang sering tidak terdengar. Inilah yang kami sebut sebagai sejarah orang kecil, yang juga perlu mendapat tempat,”* ujarnya.
Rizal menekankan pentingnya memahami sejarah dari sudut pandang masyarakat kecil, yakni para korban konflik bersenjata. Dengan begitu, generasi muda bisa belajar dari luka sejarah untuk tidak mengulanginya.
Materi terakhir dibawakan oleh Rusmala Dewi Kabubu. Ia menyoroti nilai-nilai yang bisa dipetik dari peristiwa DI/TII sebagai pelajaran dalam mencegah tumbuhnya radikalisme.
“Radikalisme sering muncul dari ketidaktahuan akan sejarah. Dengan mengenal sejarah lokal, siswa akan lebih kritis dan tidak mudah terpengaruh,” jelasnya.
Menurutnya, sejarah lokal memiliki peran strategis sebagai benteng ideologi, sehingga pelajar diharapkan lebih waspada terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat.
“Sejarah adalah pengingat, bukan sekadar cerita masa lalu,” tegasnya.
Melalui workshop ini, tim pengabdi UNM berharap para siswa dapat menghasilkan tulisan sejarah lokal yang autentik sekaligus menjadi dokumentasi penting bagi daerah mereka.







