Isu kerusakan hutan dan degradasi lingkungan hari ini tidak lagi dapat dipahami sebagai persoalan teknis semata, melainkan sebagai persoalan arah pembangunan dan kualitas kepemimpinan.
Banjir, longsor, dan krisis air bersih yang kerap terjadi merupakan sinyal kuat bahwa relasi manusia dengan alam sedang berada dalam kondisi yang tidak seimbang.
Dalam konteks inilah, gerakan rehabilitasi dan penghijauan hutan yang diinisiasi oleh Bupati Gowa, Husniah Talenrang, bersama Organisasi Kepemudaan (OKP), patut ditempatkan sebagai langkah strategis dan bernilai peradaban.
Sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Gowa Raya, saya memandang bahwa kebijakan lingkungan adalah cermin dari cara sebuah daerah mempersiapkan masa depannya.
Pembangunan yang mengabaikan aspek ekologis pada akhirnya akan melahirkan kerentanan sosial dan ekonomi.
Oleh karena itu, gerakan rehabilitasi dan penghijauan hutan bukan sekadar program lingkungan, tetapi bentuk kepemimpinan yang berani berpikir jauh melampaui masa jabatan.
Kabupaten Gowa memiliki posisi ekologis yang sangat strategis, terutama sebagai wilayah hulu dan kawasan penyangga. Kerusakan hutan di Gowa tidak hanya berdampak pada masyarakat lokal, tetapi juga berimplikasi luas terhadap wilayah sekitarnya.
Dalam pandangan saya, langkah Bupati Gowa menggandeng OKP dalam agenda penghijauan merupakan pesan kuat bahwa pelestarian lingkungan harus menjadi kerja kolektif, bukan monopoli pemerintah atau aktivis lingkungan semata.
Pelibatan OKP dalam gerakan ini menunjukkan keberpihakan terhadap pemuda sebagai subjek pembangunan.
Saya menilai, pemuda tidak seharusnya hanya hadir dalam ruang-ruang seremonial, tetapi harus dilibatkan dalam kerja-kerja substantif yang menyentuh masa depan daerah.
Dalam perspektif HMI, hal ini sejalan dengan nilai keislaman yang menempatkan manusia sebagai khalifah fil ardh, penjaga bumi yang memiliki tanggung jawab moral untuk mencegah kerusakan dan merawat keseimbangan alam.
Namun demikian, sebagai bagian dari elemen kritis yang konstruktif, saya juga memandang bahwa gerakan rehabilitasi dan penghijauan hutan tidak boleh berhenti pada momentum penanaman pohon semata.
Tantangan terbesarnya justru terletak pada keberlanjutan dan konsistensi kebijakan. Perawatan tanaman, pengawasan kawasan hutan, serta pelibatan masyarakat sekitar harus menjadi agenda lanjutan yang dirancang secara sistematis. Tanpa itu, penghijauan berisiko menjadi agenda simbolik yang minim dampak jangka panjang.
Di titik inilah peran organisasi kepemudaan, termasuk HMI Cabang Gowa Raya, menjadi sangat penting. Kami tidak hanya hadir untuk memberikan apresiasi, tetapi juga siap menjadi mitra kritis, mitra edukatif, dan pengawal moral dari kebijakan lingkungan.
Edukasi ekologis kepada generasi muda, advokasi kebijakan hijau, serta kontrol sosial terhadap praktik perusakan hutan merupakan bagian dari tanggung jawab kepemudaan yang tidak bisa ditawar.
Gerakan rehabilitasi dan penghijauan hutan yang digagas oleh Bupati Gowa Husniah Talenrang bersama OKP, dalam pandangan saya, adalah investasi ekologis jangka panjang. Hasilnya mungkin tidak langsung dirasakan hari ini, tetapi akan menentukan kualitas hidup generasi mendatang.
Ketika pemerintah daerah dan pemuda berjalan seiring dalam menjaga alam, maka cita-cita mewujudkan Gowa yang lestari, aman, dan berkelanjutan bukanlah sekadar wacana, melainkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai. Pada akhirnya, menjaga hutan berarti menjaga kehidupan. Dan menjaga kehidupan adalah tanggung jawab bersama pemerintah, pemuda, dan seluruh elemen masyarakat tanpa kecuali.






